TINJAUAN
PUSTAKA
Kinetika kimia adalah bagian dari kimia fisika yang
mempelajari tentang kecepatan reaksi – reaksi kimia dan mekanisme reaksi –
reaksi tersebut.
Termodinamika kimia mempelajari hubungan tenaga antara
pereaksi dan hasil – hasil reaksi, tidak mempelajari bagaimana reaksi – reaksi
tersebut berlangsung dan dengan kecepatan berapa kesetimbangan untuk reaksi
kimia ini dicapai. Hal terakhir ini dipelajari dalam kinetika kimia, hingga
kinetika kimia merupakan pelengkap bagi termodinamika kimia.
Tidak semua reaksi kimia dapat dipelajari secara
kinetik. Reaksi – reaksi yang berjalan sangat cepat seperti reaksi – reaksi
ionik atau pembakaran dan reaksi – reaksi yang sangat lambat seperti
pengkaratan, tidak dapat dipelajari secara kinetik. Di antara kedua jenis ini,
banyak reaksi – reaksi yang kecepatannya dapat diukur. Kecepatan reaksi
tergantung dari : jenis zat pereaksi, temperatur reaksi dan konsentrasi zat
pereaksi.
Kenaikan
temperatur 10oC rata –
rata mempercepat reaksi 2 atau 3 kali lebih besar, hingga reaksi yang berjalan
lambat pada temperatur kamar dapat berjalan cepat pada temperatur tinggi. Sebaliknya
reaksi yang pada suhu kamar berjalan cepat, dapat “dibekukan” pada temperatur
rendah. Konsentrasi pereaksi besar pengaruhnya pada kecepatan reaksi. Reaksi
berjalan cepat pada awal reaksi, akan semakin lambat setelah waktu tertentu dan
akan berhenti pada waktu yang tidak terhingga. Kecepatan reaksi biasanya
dipelajari pada temeperatur tetap, dengan menggunakan thermostat. Untuk
mengetahui koefisien temperatur terhadap kecepatan reaksi, dapat diadakan
percobaan pada berbagai temperatur (Sukardjo, 2004).
Teori yang menjelaskan reaksi kimia berdasarkan pada
tumbukan molekul tidak cukup kuat sampai dekade awal abad kedua puluh. Teori
kinetik molekul yang pertama dikembangkan. Tercatat adanya distribusi energi
kinetik dan laju molekul – molekul senyawa gas. Jumlah tumbukan antara molekul
– molekul persatuan waktu dapat diturunkan dari teori kinetika molekul. Jumlah
tersebut disebut frekuensi tumbukan.
Hanya sebagian tumbukan saja yang menghasilkan reaksi.
Hal ini didasarkan pada dua faktor : (1) Hanya molekul – molekul yang lebih
energetik dalam campuran reaksi yang akan menghasilkan reaksi sebagai hasil
tumbukan. (2) Kemungkinan (probabilitas) suatu tumbukan tertentu untuk
menghasilkan reaksi kimia tergantung dari orientasi molekul yang bertumbukan.
Energi yang harus dimiliki oleh molekul untuk dapat
bereaksi disebut energi aktivasi. Dengan teori kinetik molekul dapat ditentukan
berapa fraksi dari seluruh molekul yang ada yang memiliki energi melebihi nilai
tertentu. Pikirkanlah bahwa laju reaksi kimia tergantung pada hasilkali
frekuensi tumbukan dengan fraksi dari molekul yang memiliki energi sama atau
melebihi energi aktivasi. Karena fraksi dari molekul teraktifkan ini biasanya
sangat kecil, laju reaksi jauh lebih kecil dari pada frekuensi tumbukannya sendiri.
Tambahan lagi, semakin tinggi nilai energi aktivasi, semakin kecil fraksi
molekul yang teraktifkan dan semakin lambat reaksi berlangsung.
Untuk membayangkan reaksi
A2(g) + B2(g) → 2 AB(g)
Menurut pengertian teori tumbukan, anggaplaah bahwa
selama tumbukan antara molekul A2 dan B2, ikatan – ikatan
A – A dan B – B putus dan ikatan A – B terbentuk. Hasilnya adalah perubahan
pereaksi – preaksi A2 dan B2 menjadi hasil reaksi AB. Molekul
– molekul harus mempunyai orientasi tertentu bila tumbukan akan efektif untuk
menghasilkan reaksi kimia.
Bila dinyatakan frekuensi tumbukan sebagai Z, fraksi molekul teraktifkan sebagai f, dan faktor probabilitas sebagai p, laju reaksi kimia memiliki rumuS.
Frekuensi tumbukan berbanding lurus dengan konsentrasi
molekul – molekul yang terlibat dalam tumbukan (katakanlah A dan B). Dengan
demikian, Z dapat diganti dengan
[A] x
[B], dan rumusan laju reaksi yang lebih dikenal ini dapat ditulis.
Teori tumbukan tampaknya membawa kita ke arah
persamaan laju reaksi kimia yang umum, tetapi ada beberapa kekurangan pada
hasil yang telah dikemukakan. Persamaan di atas menunjukkan sebuah reaksi
dengan orde total dua, tetpi telah diketahui bahwa orde – orde reaksi lain
mungkin ada.
Satu alternatif penting tentang
teori tumbukan telah dikembangkan oleh ahli kimia Amerika, Henry Eyring (1901 –
81), dan yang lainnya. Toeri ini dipusatkan pada spesies antara (intermediate
species) yang disebut kompleks teraktifkan, yang terbentuk selama tumbukan
energetik. Spesies ini ada dalam waktu yang sangat singkat, dan kemudian
terurai, dapat kembali menjadi pereaksi – pereaksi awal (dalam hal ini tidak
ada reaksi) atau menjadi molekul hasil reaksi.
Pada kompleks teraktifkan terdapat
ikatan lama yang meregang mendekati putus, dan ikatan baru hanya terbentuk
sebagian. Hanya bila molekul – molekul yang bertumbukan mempunyai jumlah energi
kinetik yang besar untuk disimpan dalam spesies tergangkan tersebut maka
kompleks teraktifkan akan terbentuk. Energi yang dibutuhkan tersebut dinamakan
energi aktivasi.
Secara praktik telah diketahui bahwa
reaksi – reaksi kimia cenderung berlangsung lebih cepat pada suhu yang tinggi.
Kita mempercepat reaksi biokimia tertentu dengan meningkatkan suhu, misalnya
pada pemasakan makanan. Di lain pihak kita memperlambat beberapa reaksi dengan
menurunkan suhu, seperti halnya pendinginan atau pembekuan makanan untuk
mencegah pembusukan. Sekarang kita mempunyai penjelasan mengenai pengaruh suhu terhadap
laju reaksi : Peningkatan suhu
meningkatkan fraksi molekul yang memiliki energi melebihi energi aktivasi
(Ralph. H. Petrucci, 1985).
Persamaan laju menunjukkan pengaruh dari perubahan
konsentrasi reaktan terhadap laju reaksi. Faktor – faktor lain yang juga
berpengaruh terhadap laju reaksi termasuk di dalam tetapan laju, di mana
sebenarnya tetap bila hanya konsentrasi dari reaktan yang dirubah. Ketika suhu
dirubah atau katalis digunakan, barulah tetapan laju akan berubah.
Perubahan
ini digambarkan secara matematis oleh persamaan Arrheniu.
Persamaan Arrhenius dapat digunakan untuk menggambarkan pengaruh
dari perubahan suhu pada tetapan reaksi dan tentunya laju reaksi. Jika misalkan
tetapan laju berlipat ganda, maka juga laju reaksi akan berlipat ganda. Faktor
frekuensi, A, dalam persamaan ini kurang lebih konstan untuk perubahan suhu
yang kecil.
Kita dapat melihat bahwa fraksi molekul –
molekul mampu untuk bereaksi dua kali lipat dengan peningkatan suhu sebesar 10oC.
Hal ini membuat laju reaksi hampir menjadi berlipat ganda (Jim Clark : 2004).
Suatu reaksi dapat dipercepat dengan
meningkatkan fraksi molekul yang memiliki energi melebihi energi aktivasi.
Peningkatan suhu adalah salah satu cara untuk meningkatkan fraksi tersebut.
Cara lain yang tidak memerlukan peningkatan suhu ialah mendapatkan jalan reaksi
dengan energi aktivasi yang lebih rendah.
Fungsi katalis dalam suatu reaksi kimia adalah
menyajikan alternatif tersebut. Dalam reaksi kimia, katalis sendiri tidak
mengalami perubahan yang permanen. Berhasil atau gagalnya suatu proses
komersial untuk menghasilkan suatu senyawa sering bergantung pada
penggunaanyang cocok. Selang suhu dan tekanan yang dapat digunakan dalam proses
industri tidak mungkin berlangsung dalam reaksi biokimia. Tersedianya katalis
yang cocok untuk reaksi – reaksi ini mutlak bagi makhluk hidup (Ralph. H.
Petrucci, 1985).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar